Kau duduk bersebelahan dengan murid teladan
kau anggap itu satu kesempatan
Matamu gerak kiri dan kanan tak mau diam
ngintip hasil jawaban (mencontek mencontek teman)
Mencontek, P-Project, 1996
Penggalan lagu di atas, merupakan sorotan terhadap fenomena menyontek yang marak terjadi di lingkungan sekolah juga kampus. Sudah berlalu seperempat abad, fenomena tersebut masih relevan dengan kondisi di masa sekarang. Teknologi berkembang, cara menyontek pun turut berkembang.
Perilaku menyontek merupakan salah satu bentuk dari kecurangan akademis. Dalam skala kecil, menyontek dilakukan secara mandiri, misal dengan membuka buku, catatan, atau contekan yang dikemas sedemikian rupa. Perilaku lainnya adalah dengan mengintip atau melihat jawaban milik rekan. Menyontek bisa saja dilakukan dengan mandiri ataupun dengan bekerja sama. Modusnya bermacam-macam, bertukar jawaban lewat secarik kertas, bahkan bertukar lembar jawaban.
Penyebab Menyontek
Meski beresiko ketahuan dan mendapat hukuman, perbuatan curang tersebut tetap banyak terjadi. Celakanya, resiko yang ada malah justru menambah motivasi lantaran memacu adrenalin para pelakunya. Mirisnya, terkadang oknum guru pun terkadang melakukan pembiaran. Pasalnya, saat ini nilai siswa juga menjadi tolok ukur penilaian kinerja guru juga. Nilai siswa yang jeblok bisa berarti jeblok juga kinerja guru. Lebih jauh lagi, nilai yang diperoleh siswa menjadi standar reputasi sekolah. Terutama saat nilai ujian nasional masih jadi penentu reputasi sekolah. Tak heran jika oknum guru malah terlibat dalam kecurangan akademis tersebut. Menyontek pun dilakukan secara masif, sistematis, dan terstruktur.
Ada beberapa alasan pelajar melakukan kecurangan akademis. Sebagian di antaranya merupakan motif yang berlatar belakang faktor eksternal. Persaingan dengan teman, takut dimarahi orang tua, ingin mendapat pujian, atau sekedar mengindari remidial. Sepintas, problem tersebut tampak sederhana. Namun, kecurangan yang terus-menerus dilakukan lambat laun akan tercermin pada karakter pelajar tersebut. Sayangnya, karakter yang dihasilkan dari kecurangan bukanlah karakter yang baik. Tidak jujur, ambisius, manipulatif, merupakan watak yang dihasilkan dari proses yang tidak jujur. Selain itu, siswa tidak terbiasa memecahkan masalah dengan proses yang baik dan benar. Akibatnya, saat menghadapi persoalan di luar urusan akademis, pelajar mengalami kesulitan memecahkan masalah yang ada.
Menyontek, Perbuatan Sederhana Berakibat Luar Biasa
Karakter tidak jujur yang terbawa hingga usia dewasa, bisa berakibat fatal. Seperti kepak sayap kupu-kupu yang menghasilkan badai, perilaku sepele seperti menyontek bisa berakibat pada rusaknya moral. Bahkan, beberapa rektor di Indonesia tersandung kasus plagiarisme. Pimpinan yang seharusnya menjadi suri tauladan, justru berbuat cela. Belum lagi kalau membahas kasus korupsi yang jumlahnya sudah mencapai ribuan.
Oleh karena itu, tugas pendidik sangat luar biasa. Bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, lebih dari itu pendidik juga dituntut mampu menjadi guru yang bisa digugu dan ditiru. Digugu dapat dimaknai sebagai integritas, dan ditiru dapat dimaknai sebagai bisa dijadikan panutan. Guru jadi mesti jadi garda terdepan untuk mencegah perilaku curang, bukan malah memperlancar terjadinya kecurangan.
Sayangnya, di saat pandemi semuanya menjadi serba sulit. Pembelajaran dan ulangan yang biasanya dilakukan secara tatap muka dilakukan secara online. Karena siswa dan guru tidak berada di ruangan yang sama. Akibatnya siswa leluasa berbuat kecurangan dengan berbagai cara. Karena tidak semua guru menguasai teknologi untuk mengawasi siswa secara online. Minimnya pembekalan bagi para guru membuat mereka kesulitan beradaptasi dengan sistem yang serba online. Kesulitan bukan hanya terjadi saat mengawasi ulangan, tetapi juga saat menyampaikan materi. Hal tersebut juga menjadi alasan siswa melakukan kecurangan.
Edubox 4.0 Hadir Sebagai Solusi Masalah Pendidikan
Oleh karena itu, saat ini guru membutuhkan alat bantu untuk menyampaikan pembelajaran. Pembelajaran yang efektif, setidaknya bisa mengurangi motif pelajar untuk menyontek atau berbuat kecurangan. Sehingga, guru bisa lebih fokus dalam menyiapkan materi pembelajaran. Selain itu, guru akan terbantu jika ada aplikasi pembuat soal online, seperti fitur yang ada pada Edubox 4.0.
Dengan Edubox Indonesia, ujian bisa menjadi lebih efisien. Karena, guru tak lagi perlu menyiapkan soal untuk ujian. Ribuan soal dari bank soal Edubox 4.0 bisa dimanfaatkan untuk membuat ujian dengan sistem online. Tak hanya itu, resiko kecurangan ujian pun bisa ditekan, lantaran tiap siswa akan mendapatkan set soal yang berbeda saat pengerjaan ujian.
Baca juga: Cara Membuat Soal di Edubox.
Pada saat pengerjaan ujian, siswa juga tak bisa menggunakan gadget mereka untuk mencari jawaban dengan mesin pencari. Bahkan, bisa saja gadget milik siswa diatur agar tak perlu terkoneksi dengan internet melainkan cukup dengan intranet saja. Kalaupun siswa nekat membuka aplikasi lain, seperti browser, maka aplikasi ujian yang sedang dikerjakan akan terkunci secara otomatis. Sementara untuk mengakses kembali soal ujian, siswa perlu kode akses dari gadget milik guru.
Setelah ujian yang dilakukan secara online, jawaban siswa akan dicek otomatis oleh sistem. Sehingga, guru tak lagi perlu memeriksa ujian siswa yang jumlahnya bisa mencapai ratusan. Tentu saja, hal tersebut baru bisa dipakai pada soal ujian online dengan sistem pilihan ganda. Bagaimanapun juga, zaman terus berubah. Manusia dan teknologi senantiasa berkembang setiap saat. Meski demikian, nilai-nilai luhur seperti kejujuran dan integritas harus tetap dijaga. Karena, tanpa moral dan kecakapan yang baik, kemajuan teknologi menjadi tak berarti. Menjaga integritas, bisa dimulai sejak dini dengan membiasakan siswa jujur dalam mengerjakan ujian.