Artikel aslinya ada di sini ya. Dengan judul yang persis sama.
Tren membanjirnya komentar siswa di laman Instagram @kemdikbud.ri masih terjadi di UNBK 2019 kali ini. Banyak yang terkesan becandaan seperti:
@alipbanana “Saya tau pak tadi itu cuman april mop, jadi kapan soal yang aslinya pak?” atau
@cindiwahyudi tadi waktu ngerjain, saya Cuma bisa nyanyi lagu hmmmm 2 jam pak.”
Beberapa lainnya menumpahkan keluhan dengan lebih serius setengah putus asa :
@danndmk_Menurut pendapat saya, UN itu sangat menambah beban pikiran:”
@mardiyana_mardiyana Bikin soal mah gampang,Bicara mah gampang. Tp kenyataan di lapangan sangat berbeda,Blm yg komputer hang,blm yg lain2nya.
Lalu apakah komentar dan keluhan dari para generasi milenial dan generasi Z itu hanya untuk lucu-lucuan saja? Untuk ditertawakan bersama dan dianggap angin lalu sebagaimana layaknya tren sesaat.
Review UNBK 2019
Seperti kita tahu, pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019 untuk tingkat SMK dan SMA telah selesai dilaksanakan. Pada 25 – 28 Maret 2019 telah diselenggarakan UN untuk jenjang SMK. Sedangkan UN untuk jenjang SMA/MA telah terlaksana pada tanggal 1,2, 4 dan 8 April 2019. Dan untuk UNBK SMP/MTs akan dilaksanakan 22-25 April 2019.
Sebagian besar sekolah di Indonesia telah melaksanakan UN dengan sistem UNBK. Untuk jenjang SMA, sebagai contoh, 97,8 persen berupa UNBK dan hanya 2,2 persen yang paper based. Ada tiga pelajaran utama yang diujikan di UN yaitu ; Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris. Untuk SMA ditambah satu mata pelajaran pilihan sesuai jurusan yang diambil siswa.
Masih ingat bagaimana dulu waktu sekolah kami menyelenggarakan UNBK untuk pertama kali di tahun 2015. Pontang-panting sekolah menyediakan komputer dalam jumlah banyak untuk siswa kelas XII yang jumlahnya hampir empat ratusan. Laboratorium komputer hanya berjumlah dua buah dengan komputer yang beberapa dalam keadaan rusak. Akhirnya ditambah sebuah lab tambahan, laptop guru semua dipinjam sekolah, beberapa laptop siswa juga dipinjam sekolah. Apalagi pernah waktu itu hujan angin, dengan banyak petir, sehingga servernya rusak. Wah, pengalaman pertama memang mendebarkan.
Sekarang setelah penyelenggaraan UNBK sudah semakin meluas, sekolah kami tidak lagi kesulitan mengadakan UNBK. Komputer sudah tersedia dalam jumlah yang cukup untuk diselenggarakan dalam tiga sesi. Tidak lagi perlu ada acara pinjam meminjam laptop. Proktor dan teknisi pun sudah semakin terlatih dan terampil. Hampir tidak ada kendala yang berarti pada teknis dan sarana prasarananya.
Suasana pelaksanaan UNBK di SMA N 2 Wonogiri pada 4 April 2019 |
Hanya saja, setelah UNBK untuk jenjang menengah atas yang telah terlaksana, saya amati kok keluhan siswa masih ada juga dalam jumlah yang tidak sedikit. Well, anggapan saya sih, itu karena para peserta UNBK ini adalah anak-anak siswa SMK, SMA atau SMP yang merupakan bagian dari generasi Z. Dapat dikatakan bahwa Generasi Z merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Sebuah generasi yang yang sudah begitu akrab dengan kecanggihan teknologi dan internet. Mereka sudah tidak asing dan bahkan multitasking untuk urusan ini itu sebagai bagian keseharian mereka. Dalam satu waktu mereka bisa saja nge-tweet, menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik memakai headset. Mencurahkan pendapat dan keluhan melalui media sosial sudah menjadi hal umum.
Fenomena ramainya keluhan dari siswa peserta UNBK di laman instagram @kemdikbud.ri telah mencuri perhatian. Trend ini memang mulai booming sejak UNBK 2018 lalu. Dan di tahun ini pun berbagai curhatan lucu atau keluhan serius terlihat juga membanjiri linimasa media sosial. Benarkah itu semua hanya guyonan? Saya pun penasaran.
“Eh, orek-orekanmu mau di isi opo?” teringat saya komentar seorang siswa seusai mengawas silang UNBK hari kedua. Matematika dikerjakan dengan lesu di dalam kelas.
“Halah, wong gone Robby isine malah puisi :Cintaku Kandas di Tengah Jalan” siswa perempuan disampingnya menimpali.
Mereka itu memang sedang ledek-ledekan betapa puyengnya mengerjakan soal matematika. Apalagi tahun ini ada soal isian singkat. Tidak hanya saya, ternyata pengawas di sekolah lain juga menyatakan hal yang sama. Beberapa siswa yang perasa malah terlihat berkaca-kaca setengah putus asa setelah keluar ruang ujian.
Hari berikutnya, lewat WA, saya berdiskusi dengan beberapa siswa kelas XII yang saya ajar. Hampir sebagian besar murid saya menyatakan bahwa soal matematika ampun sulitnya. Tahu sih rumus dasarnya, tapi variasinya menyusahkan mereka. Untuk soal Bahasa Indonesia, mereka bilang cenderung bisa menguasai. Ekky, salah satu siswa saya berkomentar “Hanya itu buu, teks nya panjang-panjang. Bahasa Inggris juga.”
“Apalagi membaca lewat komputer itu lain dari membaca lewat kertas fisik, bu. Pakai komputer tidak bisa dicoret garis bawah atau ditandai teksnya,” keluh Marcella menambahkan.
Jadi menurut saya, komentar di media sosial itu bukanlah sekedar gurauan tanpa arti. Memang anak generasi sekarang gaya menyampaikan opininya ya seperti itu. Dengan humor, setengah satire. Dan itu sebenarnya – cerdas. Menurut saya, semua komentar dan keluhan di laman tersebut harusnya tidak dianggap sekedar angin lalu. Pihak pemerintah, sekolah dan guru bisa juga melakukan refleksi terhadap semua postingan itu. Termasuk juga para pembuat soal.
Dosa Pembuat Soal HOTS
Salah satu komentar di IG @kemdikbud.ri mengenai UNBK |
Haissyy..ngeri saya kalau membaca postingan yang sampai bawa – bawa dalil begini. Saya amati ada beberapa postingan yang bernada demikian. Malah ada yang terang-terangan mengatakan bahwa pembuat soal UN itu hanya memikirkan diri sendiri. Tidak memikirkan kemampuan siswa. Soal UN begitu susah bagi kebanyakan siswa sehingga mereka menganggap pihak Kemdikbud atau pembuat soal sebagai pihak yang ‘nyusahin‘ aja kerjaannya. Dan menyusahkan orang itu dosa !
Seketika saja jadi baper, begitu kalau kata anak muda sekarang. Ini karena jelek – jelek gini saya pernah masuk seleksi sebagai pembuat soal yang diadakan PUSPENDIK di tahun 2017 lalu. Saya hanya nyumbang 60 soal saja sih diantara ribuan soal Bahasa Inggris lainnya untuk dijadikan Bank Soal UN DI Puspendik. Tetapi kan ngeri kalau gara-gara soal yang seuplik itu saya jadi dianggap ikut menyumbang dosa karena menyusahkan siswa yang mengerjakan Ujian Nasional.
Saya ingat waktu itu seleksinya cukup ketat. Tidak semua guru bisa masuk. Setelah proses perekrutan, kami pun diikutsertakan dalam semacam bimbingan teknis (bintek) yang diselenggarakan di beberapa kluster wilayah di Indonesia. Bulan Juli itu diikutkan bintek di Hotel Sheraton Jogja. Wah, jangan dikira bisa nyantai -nyantai saja. Materi-materi memang paling banyak difokuskan pada memahami dan melatih soal berjenis HOTS untuk soal pilihan ganda maupun isian singkat. Penyaji materi pun bukan sembarangan. Profesor dan ahli pendidikan maupun assesment dihadirkan untuk mengisi pemahaman tiap peserta.
Pembuat soal yang tidak berniat nyusahin saat bintek di Jogja : ) |
Setelah bintek selama empat hari tiga malam itu, tiap pembuat soal diberi tugas membuat soal dalam jumlah tertentu. Setoran dilakukan lewat aplikasi dari SIAP Puspendik. Jangan dikira pula langsung bisa lolos. PJ akan memberi komentar atau bahkan mengembalikan soal yang dianggap belum masuk kriteria berfikir tingkat tinggi. Soal yang hanya berdasar hafalan atau mencari ide pokok yang jelas-jelas tertulis diawal kalimat, pasti akan ditolak. Kami bisa saja bolak-balik melakukan revisi. Soal – soal yang kami buat pun dilengkapi dengan peringkat bintang.
Selesai? Beluuuum. berikutnya masih ada tahapan penelaahan soal oleh beberapa guru pilihan yang peringkat bintangnya cukup tinggi dibantu dengan penelaah ahli. Untuk Bahasa Inggris dilengkapi dari pihak relawan native speaker. Orang bule , kalau kita bilang. Setelah itupun masih ada tahapan lagi di tingkat pusat sebelum dimasukkan dalam sistem Bank Soal UN.
Tahun ini memang baru matematika yang diberi soal isian singkat. Kelak isian singkat bisa juga muncul di soal Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Asal tahu saja, penulis soal untuk Bank Soal UN sudah ditugaskan membuat soal jenis ini juga untuk yang bahasa. Hanya saja mungkin penerapan soal isian ini dilakukan secara bertahap.
Jadi kalau ada yang bilang, pembuat soal hanya memikirkan diri sendiri, ya tidak begitu lah. Apalagi kalau dibilang membuat soal mah gambang aja, sepertinya tidak juga ah. Apalagi, demi Alloh, saya yakin tidak ada satupun pembuat soal yang berniat menyusahkan orang lain. Apalagi nyusahin para generasi Z yang unyu dan imuut. Mana tegaa.
Keberadaan soal HOTS atau Higher Order Thinking Skills merupakan salah satu kambing hitam dari kebanyakan keluhan itu. Soal HOTS ini sebenarnya tidak selalu soal yang sulit, soal jenis ini memang jenis soal yang memerlukan pemikiran berlapis-lapis, tidak bisa langsung sekali tebak. Tujuannya pun sebenarnya mulia, yaitu agar siswa lulusan sekolah Indonesia kelak bisa bersaing di era pasar bebas. Berpikiran kritis itu mutlak diperlukan agar bisa menang di persaingan itu. Ya memang HOTS dan assesment dengan pola HOTS ini sudah menjadi bagian tuntutan dunia global. Masa sih kita tidak mau maju. Saya yakin, makin lama siswa tidak akan asing akan UNBK dengan soal HOTS.
Practice Makes Perfect
Lalu apa yang perlu kita lakukan untuk merespon polemik keluhan netizen tentang UNBK itu? Ini sesungguhnya adalah hal yang lebih penting untuk kita pikirkan daripada saling menyalahkan. Menurut saya sebenarnya kuncinya adalah pada latihan. Practice makes perfect; Latihan akan membantu menuju kesempurnaan.
HOTS adalah skill atau keterampilan. Untuk bisa terampil akan suatu hal, kita tidak bisa hanya dengan membaca buku manualnya saja. Sama seperti belajar naik sepeda, mana bisa kita akan lancar menaikinya jika kita sepanjang waktu hanya membaca petunjuk manualnya saja tanpa berlatih mengendarainya. Berpikir dengan aras tinggi juga begitu, perlu dilatihkan.
Guru dan sekolah harusnya memikirkan untuk melatihkan HOTS di setiap jenis penilaian yang dilakukan. Tidak semua butir soal harus mengarah ke HOTS. Komposisinya bisa saja disesuaikan dengan konsep UN saat ini : 10 – 15 persen untuk penalaran, 50 – 60 persen untuk aplikasi, dan 25 – 30 persen untuk pengetahuan dan pemahaman. Setiap selesai assesment dilakukan review hasil nilainya untuk perbaikan dan pengayaan lebih lanjut.
Makin tambah kerjaan donk. Mana sempat?!
Ujian Online Kini Bisa Tanpa Internet
“Menurut saya, UNBK kan online bu, seharusnya itu try out nya juga selalu dilakukan secara online,” komentar Titan, salah satu murid saya di kelas XII IPA. Menurutnya dengan sering try out secara online, siswa akan terbiasa menghadapi soal yang ditayangkan lewat layar. “Biar suasananya juga dapet, bu.” imbuhnya.
Benar kan, anak-anak sekarang itu sudah punya bekal berfikiran kritis dan berani mengungkapkan opini. Tinggal latihan lebih banyak, dan HOTS di soal UNBK tak akan jadi masalah besar lagi. Latihannya pun kalau bisa sesering mungkin secara online agar mereka terbiasa dalam melakukan ujian berbasis komputer
Memang diakui, sekolah kami belum selalu melakuan try out dengan computer based. Dari beberapa kali try out, hanya sekali kami lakukan secara online. Lainnya masih try out secara paper based. Ini karena ujian online terasa lebih ribet untuk murid dalam skala besar. Apalagi kalau maunya diadakan di kelas dengan jaringan internet. Pernah ada wacana mau tes memakai laptop siswa atau android, tetapi siswa akan merasa dirugikan jika kuota internetnya dari mereka pribadi.
Beruntung sekarang sudah ada Pinisi Edubox yang spesifikasinya bisa dilihat-lihat di https://pinisi.io
Spesifikasi Pinisi EduBox |
Pinisi Edubox merupakan perangkat berbasis Raspberry Pi 2 sebagai server untuk ujian online dalam jaringan lokal (intranet) tanpa tergantung akses internet. Adrian Febri, CEO PT Pinisi Teknologi Edukasi, menyatakan bahwa Edubox merupakan platform assesment atau penilaian online sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Edubox ini akan membantu guru dan pihak sekolah untuk melakukan ujian berbasis komputer secara lebih praktis. Lengkap dengan platform yang membantu guru dalam membuat soal sekaligus mengakses hasil tesnya secara lengkap.
Karena perangkatnya ringkas, maka penilaian berbasis komputer dapat dilaksanakan kapan saja dan tanpa memerlukan koneksi internet saat tes. Dengan Pinisi Edubox, kita tidak perlu melakukan setting dan sinkronisasi server yang rumit. Semua jadi mudah karena manajemen ujian ini dijalankan via Cloud. Di satu sisi guru dimudahkan dalam persiapan dan penilaian ujian, di lain pihak, siswa pun akan makin sering mendapat pengalaman melakukan penilaian berbasis komputer atau android tanpa menghabiskan kuota internet mereka.
Keterangan lebih lanjut akan bisa anda dapati di laman http://get.edubox.id/
Penasaran dong siapa pengembang dibalik Edubox yang canggih dan praktis ini. Saya pun penasaran dan cari tahu. Dan ehmmm, rupanya Pinisi Edubox ini merupakan salah satu start up kebanggan Indonesia. Bahkan pada tahun 2017, start up Pinisi EduBox dikirim sebagai wakil negara kita untuk ajang Creative Business Cup di Denmark. Terbukti, EduBox ini bukanlah produkan asal – asalan, apalagi abal-abal.
Berdasar data, hingga 2017, penggunaan Edubox sudah mencakup sekitar 300 sekolah, dengan total 50.000 users, 8.000 ujian terpublish, dan soal sebanyak 250.000 butir soal. Testimoni beberapa guru yang telah menggunakan Pinisi Edubox ini dapat anda amati di YouTube Pinisi Edubox . Tersedia beberapa tayangan tentang apa itu Pinisi Edubox, cara penggunaannya, cara penulisan soal, mengakses hasil nilai siswa, dan tutorial pemasangan Edubox.
Ilutrasi penggunaan EduBox di kelas dari tayangan di YouTube |
Dengan kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan Pinisi EduBox, sekolah -sekolah kini tidak perlu ragu-ragu untuk sering-sering menyelenggaran test atau assesment secara online berbasis komputer. Tidak hanya untuk kepentingan try out, Pinisi EduBox ini bisa juga dimanfaatkan untuk Penilaian Tengah Semester, Penilaian Akhir Semester ataupun ulangan harian di kelas. Jadi Edubox pada dasarnya bisa digunakan untuk semua jenjang pendidikan, tidak hanya SMA/SMK saja. Beberapa SMP dan SD di Bandung sudah ada yang aktif menggunakan assesment online dengan mengambil manfaat dari Pinisi EduBox ini.
Bahkan Bimbingan Belajar sebenarnya juga bisa memanfaatkan manfaat EduBox ini. Bisa dipakai untuk latihan di kelas-kelas kecil mereka saat les. Ini pasti akan lebih menarik perhatian peserta les jika dilakukan secara teratur. Berlatih soal dengan model berpikir aras tinggi secara online sudah menjadi salah satu kebutuhan bagi siswa saat ini. Memang mungkin begitulah bagian dari tuntutan era 4.0 sekarang ini.
Dengan seringnya diadakan latihan tes dengan soal HOTS dan berbasis komputer, harapannya di masa mendatang, keluhan-keluhan atau komentar negatif akan UNBK tidak akan lagi memenuhi linimasa media sosial. Semua siswa akan merasa siap untuk sukses dalam menghadapi UNBK.