Mulai tahun depan, Ujian Nasional (UN) akan diganti dengan Asesmen Nasional (AN). AN akan mengevaluasi sistem pendidikan kita, bukan mengevaluasi murid. Hal pertama dan paling penting dipahami adalah bahwa AN murni merupakan evaluasi atas mutu sistem pendidikan.
Dirancang khusus untuk mengevaluasi sistem, AN tidak punya beban untuk mengevaluasi penguasaan murid atas kurikulum. Karena itu, AN bisa difokuskan pada hasil belajar yang paling mendasar saja sebagai ukuran dari keberhasilan sistem pendidikan.
AN sendiri terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter.
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter sebagai pengganti Ujian Nasional menjadi salah satu kebijakan program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebuyaan, Nadiem Makarim.
Waktu pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan dilakukan di tengah jenjang pendidikan, bukan di akhir jenjang seperti pada pelaksanaan ujian nasional.
Ada 2 (dua) alasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengapa pelaksanaannya dilakukan di tengah jenjang.
Pertama, kalau dilakukan di tengah jenjang akan bisa memberikan waktu untuk sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan sebelum anak lulus di jenjang itu.
Kedua, karena dilaksanakan di tengah jenjang, jadi tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa, sehingga tidak menimbulkan stres pada anak-anak dan orang tua akibat ujian yang sifatnya formatif.
Hasil survey ini tidak digunakan untuk menilai murid sebagai individu, tetapi untuk menilai keberhasilan sekolah dalam pengembangan karakter.
Survey tersebut akan diikuti oleh murid pada pertengahan level yakni murid SD kelas V, murid SMP kelas VIII, dan murid SMA/SMK kelas XI.
Murid kelas 6, 9, dan 12 cukup konsentrasi menghadapi ujian sekolah sebagai penentu kelulusan, serta ujian lain yang menjadi bagian seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
Dalam hal ini, AN akan mengukur literasi dan numerasi murid melalui tes yang disebut Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Literasi
Literasi adalah kemampuan memahami dan mengevaluasi bacaan.
Sebagai kecakapan mendasar, literasi dan numerasi mencerminkan hasil belajar dari berbagai mata pelajaran. Kebiasaan dan keterampilan membaca tdk cukup ditumbuhkan melalui pelajaran bahasa Indonesia saja, tapi juga melalui pelajaran IPS, IPA, Pancasila, agama, dan pelajaran lain.
Numerasi
Numerasi adalah kemampuan menerapkan konsep matematika dasar untuk menyelesaikan masalah.
Kemampuan berpikir logis untuk mengenali dan merumuskan masalah, kemudian memecahkannya menggunakan alat-alat konseptual tidak bisa hanya dikembangkan melalui pelajaran matematika. IPA, IPS, dan mungkin pelajaran lain juga perlu ikut berkontribusi.
Dengan demikian, kualitas pengajaran sekolah secara tak langsung bisa dinilai melalui tingkat literasi dan numerasi muridnya. Karena itu AN tidak terbebani cakupan materi yang terlalu luas. Soal-soal AKM pun bisa dirancang untuk mengukur daya nalar dan pemahaman yang mendalam.